Seputar Peradilan
Kepaniteraan PA Rantau Laksanakan Rapat Evaluasi dan Monitoring Kinerja Kepaniteraan
Kepaniteraan Pengadilan Agama Rantau pada Hari Rabu, 21 Juli 2022 melaksanakan Rapat Evaluasi dan Monitoring Kinerja Kepaniteraan yang bertempat di Media Center Pengadilan Agama Rantau pada pukul 14.30 sampai dengan selesai.
Rapat dipimpin oleh Panitera PA Rantau Helmani, S.H. dan dihadiri oleh Hawasbid Kepaniteraan, seluruh Panmud, Operator IT, dan seluruh Petugas PTSP PA Rantau.
Adapun yang menjadi pembahasan pada Kepaniteraan diantaranya yaitu terkait penetepan asal usul anak, dan persidangan secara Elektronik (E-Litigasi) dan perceraian PNS, PPPK, TNI, POLRI dan Karyawan BUMN.
Pelaksanaan persidangan elektronik/ virtual sementara dibatasi di Pengadilan Agama Rantau dikarenakan masa pandemi telah berakhir dan sudah tidak berlakunya payung hukum.
Terkait perceraian PNS, PPPK, TNI, POLRI dan Karyawan BUMN diperoleh kesepakatan bersama berdasarkan payung hukum yang berlaku, yaitu
Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1990 Pasal 3 ayat 1 telah disebutkan bahwa PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau mendapat surat keterangan lebih dahulu dari pejabat. Pegawai Negeri Sipil meliputi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah, termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang akan melakukan perceraian tidak wajib memperoleh izin atau mendapat surat keterangan lebih dahulu dari pejabat dikarenakan belum adanya peraturan yang mengatur terkait izin perkawinan dan perceraian.
Pasal 18 Peraturan Kapolri No.9 tahun 2019 telah disebutkan Anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang akan mengajukan gugatan perceraian harus mendapatkan izin tertulis terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
Pasal 9 ayat 1 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 23 tahun 2008 telah disebutkan pegawai TNI yang akan melaksanakan perceraian harus mendapat izin dari Pejabat yang berwenang. Apabila gugatan cerai diajukan oleh Istri (bukan Anggota TNI/POLRI), maka tetap harus melaporkan keadaan rumah tangganya kepada atasan/komandan suami untuk meminta surat keterangan atau surat persetujuan.
Apabila pemohon belum melengkapi surat izin dari pejabat yang berwenang, maka Majelis Hakim menunda persidangan maksimal 6 bulan dan memerintahkan kepada yang bersangkutan untuk mengurus surat izin. (AJ)